Bangunan Kerajaan Istana Siak yang terus lestari
Siak merupakan sebuah kabupaten di
Propinsi Riau. Pusat kotanya berada tepat di tepi sungai Siak yang
menghubungkan Pekanbaru (Ibu kota Propinsi Riau) dengan Selat Malaka.
Lewat jalan darat, dari Pekanbaru, pusat kota Siak ditempuh
selama sekitar empat jam perjalanan. Kota Siak juga dapat ditempuh lewat
perjalanan sungai selama sekitar 4-5 jam.
Kota Siak merupakan kota kecil yang
bersih dan tenang. Mayoritas penduduknya adalah muslim. Di sini pernah
berdiri sebuh kerajaan Melayu Islam terbesar di Riau. Salah satu
bukti keberadaannya terlihat dari keberadaan istana Siak yang
dulu merupakan istana raja Kerajaan Siak.
Istana kerajaan Siak dibangun saat kepemimpinan Sultan Assaidis Syarif Hasyim Abdul Jalil Syaifuddin pada tahun 1889.
Istana Siak ini memiliki perpaduan arsitektur Melayu-Arab-Eropa. Ia dijuluki juga sebagai Istana Matahari Timur yang bernama asli Assiyaratul Hasyimiah.
Istana Siak ini memiliki perpaduan arsitektur Melayu-Arab-Eropa. Ia dijuluki juga sebagai Istana Matahari Timur yang bernama asli Assiyaratul Hasyimiah.
Bangunan istana berlantai dua itu
memiliki beberapa ruang. Di lantai bawah terdapat enam ruangan yang
difungsikan sebagai ruang sidang, ruang tamu kehormatan, ruang tamu
untuk laki-laki, ruang tanu untuk perempuan, dan ruang sidang
kerajaan yang sekaligus sebagai ruang pesta. Sementara di lantai
atas terdapat ruang istirahat untuk Sultan dan tamu kerajaan.
Kerajaan Siak sendiri merupakan kerajaan
yang berdiri lebih dari dua abad. Kejayaannya diawali sekitar tahun
1723 dan berakhir talum 1946. Awal mulanya, kerajaan ini
terbentuk setelah akibat perpecahan di dalam Kerajaan Melayu,
antara Sunan Abdul Jalil Rahmat Syah (Raja Kecil) dan Sultan
Suleiman yang dibantu oleh Bugis. Sebagai pihak yang kalah, Sultan Abdul
Jalil pun meninggalkan Melayu dan pindah ke Johor, Bintan, Bengkalis,
hingga akhirnya ke pedalaman Sungai Siak, di Buantan sekitar 10 km di
hilir kota Siak Sri indrapura sekarang. Di sana ia membentuk kerajaan
yang dikenal sebagia kerajaan Siak Sri Indrapura, yang ibukotanya sempat
berpindah-pindah beberapa kali dari Buantan, Mempura, Senapelan,
Mempura, dan terakhir di Kota Tinggi atau Siak Sri Indrapura.
Siak Sri Indrapura merupakan ibukota
Siak yang paling bertahan lama. Di sanalah dibangun istana kerajaan,
balai kerapatan, lapangan untuk pertemuan warga, hingga
kanal-kanal untuk pertahanan kota dari serangan musuh.
Sebagai ibukota terakhir kerajaan,
Istana Siak Sri Indrapura masih bertahan hingga saat ini. Di sana antara
lain bisa ditemu saksi bisu kejayaan kerajaan, antara lain berupa
istana raja Siak yang kokoh dan megah. Kini, bekas istana Siak ini masih
terawat dan lebih banyak berfungsi sebagai museum. Di dalamnya
terpajang beragam koleksi warisan kerajaan berupa kursi singgasana
yang bersepuh emas, duplikat mahkota kerajaan, brankas kerajaan, meriam,
patung perunggu, serta alat musik komet yang hanya ada dua di dunia.
Beberapa koleksi benda antik istana kabarnya juga disimpan di Museum
Nasional Jakarta.
Meski kerajaan Siak
telah berakhir, terlebih sejak wafatnya raja Siak terakhir Sultan
Syarif Kasim II, kota Siak masih tetap identik sebagai pusat
pemerintahan kerajaan. Warga setempat pun masih tetap merasa bangga akan
kejayaan kerajaan pada masa lalu. Rasa itu terus diwujudkan dalam
kehidupan sehari-hari, antara lain dengan terus menjaga kelestarian
bangunan-bangunan bersejarah yang ada, mulai dari istana, hingga
bangunan pendukung pemerintahan kerajaan. Dari sana, mereka dan
para pendatang dapat belajar dan mengetahui berbagai kejayaan Istana
Siak, dan kehidupan Islam di sana.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar